Selasa, 30 Oktober 2012

Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy

Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuah thoriqoh yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai ke Indonesia hingga saat ini.
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali dari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang tidak lain adalah Syekh Bahauddin.
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syekh Muhammad Baba inilah Syekh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. sampai Syekh Muhammad Baba menganugerahinya sebuah “kopiah wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul kepada Allah Swt. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat, Syekh Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta kepada Allah)”.
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad baba.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq, Syekh Bahauddin seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk bercakap-cakap. Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada beliau, “He, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut, hati Syekh Bahauddin langsung bergetar dengan kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang, Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah dua rokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luar biasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab1 yang pertama kali beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ? “Biar tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengar lagi suara, “Jika demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan. Syekh Muhammad Bahauddin berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata sampai 15 hari lamanya beliau masih merasa keberatan. Terus terdengar lagi suara, “Ya sudah, sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab, “Aku ingin thoriqoh yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul ilallah”.
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh Muhammad Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya juga seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syekh Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan-lahan, mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang diduduki oleh seseorang yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur yang berkilau. Disamping kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk guru beliau yang telah wafat, Syekh Muhammad Baba.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya. Lalu ada yang menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh Mahmud al Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu. Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus betul-betul menjalankan 3 perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini, besok pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al An-Yakutiy, di sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya lagi, berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah wasiat al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa, nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal segera meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang ada didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para sahabat. Setelah semua perintah dari Syekh Abdul Kholiq di dalam alam kasyaf itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy. Syekh Yusuf al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika, berkata hidup ya langsung hidup kembali, lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu Yazid al Busthomi naik sampai sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir di hadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”…
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy /dzikir sirri dan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan insya Allah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaran langsung adalah nabi Khidhir as.
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah seorang sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan membawa cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul tersebut. Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan tentang ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan mati seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada Muhammad Zahid, “matilah kamu!, Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu dhuhur.
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi kebingungan, apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya matahari. Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplah kamu). Kemudian Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3 kali, saat itulah terlihat mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Wali yang sangat mustajab do’anya.
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra berkata, “Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku. Semenjak itu kekuatanku untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku tidak bisa terbang sampai saat ini”.
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan seketika. Demikian kisah keramatnya Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Rodiyallah ‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa ‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.

 http://tokohsufi.wordpress.com
http://darisrajih.wordpress.com/2008/02/18/keramatnya-bisa-menghidupkan-dan-mematikan-orang/

tokoh sufi wanita " syyidah nafisah "

Sayyidah Nafisah ialah salah satu keturunan Rasulullah s.a.w.. Beliau puteri Imam Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin Imam Hasan bin Imam Ali r.a.. Beliau lahir di Makkah, pada 11 Rabiulawal 145H, hidup dan besar di Madinah.
Hijrah Ke Mesir
Demi keamanan dan ketenangan hidup Sayyidah Nafisah berhijrah ke Mesir bersama suaminya, Ishaq al-Mu’tasim bin Ja’far as-Siddiq, pada tahun 193H, setelah sebelumnya ziarah ke makam Nabi Ibrahim a.s.. Di Mesir beliau tinggal di rumah Ummi Hani’.
Sayyidah Nafisah menetap di Mesir selama 7 tahun. Penduduk Mesir sangat menyayanginya dan percaya akan karamahnya. Mereka selalu berduyun-duyun mendatanginya, berdesakan mendengarkan mauizahnya dan memohon doanya. Hal ini membuat suaminya berfikir untuk mengajaknya pindah ke tanah Hijaz, namun beliau menolak dan menjawab: “Aku tidak bisa pergi ke Hijaz kerana aku bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Beliau berkata kepadaku: “Janganlah kamu pergi dari Mesir kerana nanti Allah akan mewafatkanmu di sana (di Mesir).”
Peribadinya
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada Allah. Siang hari dia berpuasa sunat sedangkan pada malamnya dia bertahajjud menghidupkan malam dengan berzikir dan membaca Al Quran. Dia sungguh zuhud dengan kehidupannya. Hatinya langsung tidak terpaut dengan kehidupan dunia yang menipu daya. Jiwanya rindu dengan syurga Allah dan sangat takut dengan syurga Allah. Disamping itu Sayyidah Nafisah sangat taatkan suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suami dan melayan suaminya dengan sebaik-baiknya.
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang terkenal zuhud dan mengasihi manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau menerima wang sebanyak 1000 dirham dari raja untuk keperluan dirinya. Beliau telah membahagikan wang tersebut kepada fakir miskin sebelum sempat memasuki rumahnya. Wang hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambilnya untuk kepentingan dirinya. Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah dermawannya Sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin.
Keutamaannya
Sayyidah yang mulia ini sudah mendapatkan keutamaan sejak kecil lagi. Suatu ketika, demikian al-Hafiz Abu Muhammad dalam kitabnya Tuhfatul Asyraf bercerita: Al-Hasan, ayahanda Sayyidah Nafisah membawa Nafisah semasa kecil ke makam Rasulullah s.a.w.. Di sini sang ayah berkata : “Tuanku, Bagindaku Rasulullah, ini puteriku. Aku redha dengannya. Kemudian keduanya pulang. Di malam hari sang ayah bertemu Rasulullah bersabda: “Wahai Hasan Aku redha dengan puterimu Nafisah kerana keredhaanmu itu. Dan Allah SWT juga redha kerana redhaku itu.
Salah satu keutamaan Sayyidah Nafisah adalah selama hidupnya beliau telah mengkhatamkan al-Quran sebanyak 4000 kali. Selain itu, meskipun tinggal jauh dari tanah suci, beliau melakukan ibadah haji sebanyak 17 kali.
Sayyidah Nafisah dan Imam Syafie
Sejarah sepakat mengatakan bahawa Sayyidah Nafisah semasa dengan Imam Syafie. Keduanya saling menghormati. Di ceritakan bahawa Imam Syafie meriwayatkan hadis dari Sayyidah Nafisah. Setiap berkunjung ke kediaman Sayyidah Nafisah Imam Syafie dan pengikutnya sangat menjunjung tinggi adab sopan santun terhadap beliau.
Imam Syafie setiap tertimpa penyakit selalu mengirim utusan ke Sayyidah Nafisah agar berkenan mendoakannya dengan kesembuhannya. Dan benar, setelah itu Imam Syafie mendapatkan kesembuhan. Ketika Imam Syafie tertimpa penyakit yang menyebabkan beliau wafat, Sayyidah Nafisah berkata pada utusan Imam Syafie: “Semoga Allah memberikan kenikmatan pada Syafie dengan melihat wajahNya yang mulia.”
Karamahnya
maqam sayyidah nafisahSebelum menceritakan karamah-karamah Sayyidah yang mulia ini, perlu diketahui bahwa suami Sayyidah Nafisah (Ishaq bin al Mu’taman bin Ja’far ash Shadiq) pernah berkeinginan untuk memindah makam beliau ke pemakaman Baqi’ (Madinah). Kemudian penduduk Mesir meminta suami Sayyidah Nafisah untuk mengurungkan keinginannya, kerana penduduk Mesir ingin mendapatkan berkah darinya. Akhirnya, pada suatu malam suami Sayyidah Nafisah bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Ishaq, janganlah kamu menentang keinginan penduduk Mesir, karena Allah akan memberikan berkahNya kepada penduduk Mesir melalui Sayyidah Nafisah”.
Di antara karamahnya ialah ketika pembantu Sayyidah Nafisah yang bernama Jauharah keluar rumah untuk membawakan air wudhu untuk beliau, pada waktu itu hujan deras sekali. Akan tetapi, tapak kaki Jauharah tidak basah dengan air hujan.
Di antara karamahnya juga ialah, ada sebuah keluarga Yahudi yang tinggal di dekat kediaman Sayyidah Nafisah di Mesir. Keluarga itu mempunyai seorang anak perempuan yang lumpuh. Suatu ketika ibu anak itu berkata: “Nak, kamu mahu apa ? Kamu mahu ke kamar mandi ?. Si anak tiba-tiba berkata: “Aku ingin ke tempat perempuan mulia tetangga kita itu.” Setelah si ibu minta izin pada Sayyidah Nafisah dan beliau memperkenankannya, keduanya datang ke kediaman Sayyidah Nafisah. Si anak didudukkan di pinggir rumah. Ketika datang waktu solat Zuhur, Sayyidah Nafisah beranjak untuk berwudhuk di dekat gadis kecil itu. Air wudhuk beliau mengalir ke tubuh anak tersebut. Seperti mendapatkan ilham anak itu mengusap anggota tubuhnya dengan air berkah tersebut. Dan seketika itu juga ia sembuh dan bisa berjalan seperti tidak pernah sakit sama sekali.
Kemudian si anak pulang dan mengetuk pintu. Pintu dibuka oleh ibunya. Dengan hairan dia bertanya: “Kamu siapa Nak?” “Aku puterimu.” Sambil memeluk si ibu bertanya bagaimana ini bisa terjadi. Si anak kemudian bercerita dan akhirnya keluarga itu semuanya masuk Islam.
Selain itu, pernah suatu ketika sungai Nil berhenti mengalir dan mengering. Orang-orang mendatangi Sayyidah Nafisah dan memohon doanya. Beliau memberikan selendangnya agar dilempar ke sungai Nil. Mereka melakukannya. Dan seketika itu juga sungai Nil mengalir kembali dan melimpah.
Karamah-karamah beliau setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada tahun 638H, beberapa pencuri menyelinap ke masjidnya dan mencuri enam belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan masjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang yang tinggal di daerah itu bersembunyi di masjid itu pada malam hari. Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar dari masjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya.
Wafatnya
Al-Sakhawi bercerita, “Ketika Sayyidah Nafisah merasakan ajalnya sudah dekat, beliau menulis surat wasiat untuk suaminya, dan menggali kubur beliau sendiri di rumahnya. Kubur yang digalinya itu ialah untuk beliau sentiasa mengingatkan akan kematian. Kemudian beliau turun ke liang kubur itu, memperbanyak solat dan mengkhatamkan al-Quran sebanyak 109 kali. Kalau tidak mampu berdiri, beliau solat dengan duduk, memperbanyak tasbih dan menangis. Ketika sudah sampai ajalnya dan beliau sampai pada ayat: “Bagi mereka (disediakan) tempat kedamaian (syurga) di sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal soleh yang selalu mereka kerjakan.” (Surah Al-An’am: 127), beliau pengsan kemudian dan menghembuskan nafas terakhir menghadap Sang Maha Kasih Abadi pada hari Jumaat, bulan Ramadhan 208H.
Sewaktu disembahyangkan sangat ramai orang yang menghadirinya. Sehingga kini maqamnya diziarahi oleh pengunjung dari seluruh pelusuk dunia. Demikian kehebatan yang Allah anugerahkan kepada Sayyidah Nafisah yang terkenal dengan kewarakan kepada Allah dan ketaatannya kepada suami. Semoga ianya menjadi contoh buat generasi wanita akhir zaman ini.

Sumber: tamanulama.blogspot.com.

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Syadziliyah adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’.
Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau saw.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”.
Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.
Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin. (Al-Mihrab).

tulisan bersumber dari :  http://tokohsufi.wordpress.com

Syekh Ibn ‘Atha’illah

Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad Ibn Muhammad ibn ‘Atha’illah as-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648H/1250M, dan meninggal di Kairo pada 1309M. Julukan al-Iskandari atau as-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.
Sedari kecil, Ibn ‘Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibn ‘Ali al-Anshari al-Mursi, murid dari Abu al-Hasan al-Syadzili, pendiri tarekat al-Syadzili.
Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarekat al-Syadzili.
Ibn ‘Athaillah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibn Ajiba.
Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir, ‘Unwan at-Taufiq fi’dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil al-Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara ibn ‘Athaillah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.
Ibn ‘Athaillah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.
Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn ‘Athillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.
Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku ibn Athaillah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al Hikam yang melegenda ini.

tulisan ini bersumber dari :  http://darisrajih.wordpress.com

Senin, 29 Oktober 2012

AMALAN TAWASSUL DARI KACAMATA AHLI SUNNAH WAL JAMAAH


Petikan dari pengajian syarah kitab Aqidah Muslimin yang disampaikan oleh Ustaz Ahmad Faidzurrahim Hj Mohd Alwi al Azhari al Beiruti di Masjid Sobirin, Lembah Keramat, Selangor Darul Ehsan.
Bertawasul dengan para anbiyak dan awliyak adalah harus dan dianggap sebagai perbuatan yang baik. Ini merupakan antara perkara yang lumrah di kalangan orang Islam yang mengamalkan agama yang diambil dari perbuatan Nabi dan para rasul yang lain, juga perjalanan hidup para alim ulamak dan golongan para solihin. Tidak ada seorang ulamak Ahli Sunnah Wal Jamaah menolak keharusan amalan bertawasul sehingga muncul Ibnu Taimiah yang mempersoalkan perkara tersebut sehingga mengelirukan orang ramai.
Salah seorang ulamak Ahli Sunnah Wal Jamaah yang hebat dan pakar dalam ilmu hadis iaitu al Marhum al Muhaddis al Musnid sheikh Abdullah al Harari al Habasyi telah menyatakan dalam bukunya Sirot al mustaqim bahawa tiada dalil yang kukuh yang menunjukkan tidak boleh bertawassul dengan para nabi dan wali sama ada pada waktu ketiadaan mereka atau selepas kewafatan mereka dengan mendakwa perbuatan ini merupakan satu ibadat kepada sesuatu selain Allah. Sesungguhnya tidak benar jika dianggap perbuatan menyeru orang yang masih hidup atau yang sudah mati sebagai suatu ibadat kepada selain Allah.
Makna tawassul ialah memohon sesuatu daripada Allah Taala dengan menyebut nama nabi atau wali (sebagai penghormatan kepada keduanya) supaya tercapai hajat atau tertolak mudarat daripada diri seseorang.
DALIL-DALIL KEHARUSAN BERTAWASSUL
1-Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ
Maknanya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang boleh menyampaikan kepada-Nya
Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan Wasilah ialah sesuatu yang boleh mendekatkan kepada yang lain (perantaraan), dan dimaksudkan dengannya juga setiap perkara yang dijadikan oleh Allah sebagai sebab menghampirkan kepada-Nya, dan sebagai tali perhubungan untuk menunaikan hajat-hajat daripada-Nya, seterusnya hendaklah yang dijadikan wasilah itu mempunyai kedudukan dan kehormatan di sisi orang yang mengharapkan wasilah tersebut.
2- Al-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dan Al-Mu’jam Al-Saghir telah mengeluarkan suatu hadis daripada Usman bin Hunaif bahawa seorang lelaki telah berulang-alik kepada Usman bin Affan tetapi Usman bin Affan tidak mengendahkan dirinya serta menunaikan hajatnya. Maka lelaki itu telah bertemu dengan Usman bin Hunaif dan mengadu kepadanya akan hal tersebut. Lalu Usman bin Hunaif mengatakan: “Pergilah ke tempat berwuduk dan berwuduklah, kemudian hendaklah kamu sembahyang dua rakaat. Kemudian hendaklah kamu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada engkau dan aku bertawajjuh (menghadapkan diriku) kepada-Mu dengan (kedudukan) nabi kami, Nabi Muhammad, nabi yang membawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku bertawajjuh dengan engkau kepada tuhanku pada hajatku ini supaya ditunaikan bagiku. Kemudian pergilah dan aku akan pergi bersama kamu. Maka lelaki itu pun pergi dan melakukan seperti apa yang disuruh oleh Usman bin Hunaif. Kemudian dia pun pergi kepada Usman bin Affan, di sana dia disambut oleh pengawal yang membawanya masuk kepada Usman bin Affan. Usman bin Affan telah meminta lelaki itu duduk di atas hamparan yang disediakan olehnya dan bertanya kepada lelaki itu: Apakah hajat kamu?. Lelaki itupun menyatakan hajatnya kepada Usman bin Affan dan beliau pun menunaikan hajat lelaki tersebut. Usman bin Affan menyatakan: Saya tidak mengingati hajat kamu melainkan pada ketika ini. Kemudian lelaki itu keluar dari rumah Usman bin Affan dan dia telah bertemu dengan Usman bin Hunaif. Lelaki itu mengatakan: Semoga Allah membalas kebaikan kepada kamu. Beliau (Usman bin Affan) tidak memandang kepada hajatku dan juga tidak mempedulikan diriku sehinggalah engkau memberitahunya mengenaiku. Usman bin Hunaif berkata: Demi Allah, aku langsung tidak memberitahunya tetapi aku telah menyaksikan bahawa telah datang kepada Rasulullah seorang lelaki buta yang mengadu kepada baginda akan kehilangan penglihatannya. Maka baginda berkata: Jika engkau dapat bersabar, maka bersabarlah, dan jika engkau hendak, aku akan mendoakannya untuk engkau. Dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kehilangan penglihatanku amat menyukarkan aku kerana tiada bagi diriku orang yang memanduku. Lalu baginda berkata kepada lelaki buta itu: Pergilah ke tempat berwuduk dan berwuduklah. Kemudian hendaklah kamu bersolat dua rakaat, Selepas itu hendaklah kamu menyatakan…(seperti apa yang telah disebutkan di atas). Maka lelaki itu melakukan seperti apa yang diperintahkan. Demi Allah, sebelum kami berpisah dan belum pun lama majlis kami bermula, lelaki buta itu telah masuk semula kepada kami dan dia sudah boleh melihat seolah-olahnya dia tidak pernah ditimpa penyakit tersebut”.
Al-Thabrani di dalam Muk’amnya berkata: Hadis ini hadis sahih.
Pada hadis ini terdapat dalil bahawa lelaki buta itu telah bertawassul dengan nabi di tempat lain (bukan di hadapan nabi) kerana Usman bin Hunaif di dalam hadis tersebut menyatakan: “Lelaki itu telah masuk semula kepada kami”. Pada hadis ini juga terdapat dalil bahawa bertawassul dengan nabi adalah harus sama ada sewaktu hayat baginda atau sesudah baginda wafat. Maka nyatalah kebatilan seperti kenyataan dari Ibnu Taimiyah yang berbunyi: “Tidak boleh bertawassul melainkan dengan orang yang masih hidup dan berada di hadapan kita”.
Ketahuilah bahawa setiap syarat yang tidak terdapat di dalam kitab Allah (Al-Qur’an) maka ia adalah batil sekalipun ia seratus syarat. Wallahhu a’lam.
Dalam hadis ini berdoa dengan bertawassul lebih dekat dikabulkan oleh Allah. Sekiranya perkara ini tidak diharuskan sudah tentu dilarang oleh nabi, tetapi yang berlaku adalah sebaliknya iaitu baginda menganjur dan mengajar doa yang perlu dibaca oleh si buta tersebut.
PERBEZAAN ANTARA IBADAT DENGAN TAWASSUL
Para ulamak Ahli Sunnah Wal Jamaah telah mengatakan bahawa perbuatan sujud tidak dikira ibadat dan tidak dianggap kufur kecuali bergantung kepada niatnya. Sujud para malaikat kepada Adam adalah ibadah kepada Allah, bukan kepada Adam kerana para malaikat mematuhi perintah Allah dan mengagungkan-Nya. Sujud kerana memberi penghormatan adalah diamalkan pada syariat-syariat yang lalu sebelum daripada Islam. Ini dibuktikan melalui sujudnya Nabi Yaakob dan anak-anaknya kepada Nabi Yusuf sebagaimana disebut dalam surah Yusuf ayat 100:
َرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّواْ لَهُ سُجَّداً
Terjemahannya: Dan di dudukkan kedua ibu bapanya (bersama-samanya) di atas kerusi kebesaran. Dan setelah itu mereka semuanya tunduk memberi hormat kepada Yusuf
Sesungguhnya telah pasti (tsabit) bahawa Muaz bin Jabal apabila beliau kembali dari Syam telah bersujud kepada Rasulullah, lalu Rasulullah menyatakan: “Apakah yang kamu lakukan ini?. Lalu Muaz menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat ahli Syam sujud kepada para pendeta mereka dan engkau sebenarnya lebih utama untuk aku berbuat demikian. Rasulullah berkata: Jangan kamu lakukan sedemikian, jika aku diperintahkan supaya setiap manusia boleh sujud kepada manusia yang lain, nescaya akan aku perintahkan perempuan supaya sujud kepada suaminya”. (Hadis riwayat Ibnu Hibban & Ibnu Majah dan juga selain mereka). Rasulullah tidak pula menyatakan kepada Muaz: “Sesungguhnya engkau telah kafir atau engkau telah melakukan syirik” sedangkan perbuatan sujud yang dilakukan kepada nabi merupakan salah satu tanda ketaatan yang tinggi kepada sesuatu.
Begitu juga tidak benar sama sekali jika seseorang itu memandang syirik terhadap perbuatan memuliakan sesuatu atau meminta pertolongan kepada selain Allah atau perbuatan mengambil berkat daripada kubur para wali. Tidak boleh juga terus dihukumkan syirik terhadap perbuatan meminta sesuatu yang luar biasa, atau menyebut lafaz yang berbentuk pertolongan kepada sesuatu selain Allah, selagi si pelakunya beriktikad bahawa yang memberi manfaat dan mudarat yang sebenar hanyalah Allah Taala. Hal ini demikian kerana melakukan perkara-perkara yang disebutkan itu tadi tidak bererti seseorang itu telah menyembah sesuatu selain daripada Allah, kerana makna ibadat di sisi ulama bahasa Arab ialah taat beserta tunduk kepada sesuatu dengan secara mutlak tanpa berbelah bahagi.
Kenyataan dari buku si Rasul Dahri yang mengharamkan tawasul
GOLONGAN SESAT, PELAMPAU DAN PENGGANAS WAHABI MENOLAK TAWASSUL:
1-Ibnu Baz berkata dalam bukunya Aqidah Sahihah Wama Yudhodhihuha m/s:22, cetakan Darul Watan Riyadh, mengatakan bahawa Istighasah dengan para anibyak adalah syirik. Dia juga berkata bahawa hadis-hadis yang menceritakan kelebihan menziarahi kubur nabi adalah palsu dalam bukunya Tahqiq Wal Idhoh Likasir Min Masail Alhaj Wal Umrah, m/s: 89
2-Abu Bakar al Jazaeiri dalam kitabnya Aqidah Al Mukmin m/s: 144 berkata bahawa bertawasul dengan kemulian mereka adalah syirik dan boleh mengeluarkan mereka dari Islam dan berkekalan dalam neraka”
3-Soleh bin Fauzan dalam bukunya Attauhid,m/s: 70, cetakan Riyadh mengatakan bahawa tidak boleh betawasul dengan kemulian nabi.
Kesimpulannya, menurut fahaman Ahli Sunnah Wal jamaah adalah harus dan sah bertawasul dengan Nabi Muhammad, baik ketika baginda masih hidup mahu pun sesudah baginda wafat. Begitu juga boleh bertwassul dengan nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain, dengan para wali dan orang-orang yang solih sebagaimana dianjurkan oleh hadis-hadis sahih.
Ahli Sunnah Wal JAmaah juga beriktiqad bahawa tiada seorang pun yang dapa memberi bekas dan kesan, mengadakan , menjadikan, meniadakan, memberi manfaat dan member mudharat kecuali hanya Allah Taala sahaja Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya
Petikan dari:
USTAZ AHMAD FAIDZURRAHIM HJ MUHAMMAD ALAWI AL AZHARI AL BEIRUTI

DOWNLOAD KITAB KITAB TARJAMAH BAHASA INDONESIA


Download Kitab Islam | Ebook Islam Terjemah Indonesia
Download Kitab Islam Terjemahan
Kitab Pilihan
Kitab klasik (kuning) adalah karangan para ulama’ terdahulu yang dijadikan referensi dalam hal-hal keagamaan.
1. Fathul Qarib (فتح القريب)
2. Maraqiul Ubudiyah (مراقي العبودية)
3. Ta’lim Muta’allim(تعليم المتعلم)
4. Al-hikam (الحكم)
5. Alfiyah Ibnu Malik (الفية ابن مالك)
6. Riyadhus Shalihin (رياض الصالحين)
7. Safinah (سفينة النجاة)
8. Adabu Sulukil Murid (اداب سلوك المريد)
al-Qur’an, Teks [998 KB | download], Digital [9.5 MB |download]
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi – Terjemah Shahih Muslim {al-Jami ash-Shahih} Jilid 1 [7.5 MB | download | mirror], Jilid 2 [7 MB | download], Jilid 3 [6.5 MB | download], Jilid 4 [6.6 MB |download], Jilid 5 [6.2 MB | download], Jilid 6 [7.5 MB |download]
Abu Ja’far ath-Thahawi – al-Aqidah ath-Thahawiyah [71 KB |download | mirror]
Ibnu Abi Hatim – Ushulus Sunnah wa I’tiqad Dien [46 KB |download | mirror]
Abu Hasan al-Asy’ari – al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah [2.9 MB|download]
Abu Muhammad al-Barbahary – Syarhus Sunnah [1 MB |download]
Abu Utsman ash-Shabuni – Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits [140 KB | download | mirror]
Abu Zakariya an-Nawawi – Riyadhus Shalihin – Jilid 1 [1.4 MB |download], Jilid 2 [1.9 MB | download]
Ibnu Taimiyah – Kaidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah {Qoidatu Ahlussunnah wal Jama’ah} [3.6 MB | download]
Ibnu Taimiyah – Risalah Bai’at {Nasihah Dzahabiyah ila al-Jama’at al-Islamiyah} [6.3 MB | download]
Ibnul Qayyim al-Jauziyah - Bekal Menuju Akhirat {Zaadul Ma’ad}[23.4 MB | download | mirror]
Ibnul Qayyim al-Jauziyah – Panduan Hukum-hukum Islam {I’lamul Muwaqqiin} [48.5 MB | download | mirror]
Ibnul Qayyim al-Jauziyah – Pendakian Menuju Allah {Madarijus Salikin} [26 MB | download | mirror]
Ibnu Katsir – al-Bidayah wa an-Nihayah – bab Khulafaur Rasyidin[42.2 MB | download]
Ibnu Katsir – Tafsir Ibnu Katsir {Tafsir al-Qur’anul ‘Azhim}Juz 2 [18.5 MB | download], Juz 3 [17 MB |download], Juz 4 [14.8 MB | download], Juz 6[7.2 MB | download], Juz 8 [5.2 MB |download], Juz 9 [17.6 MB | download]
Ibnu Hajar al-Asqalani – Bulughul Maram – Jilid 1 [18.6MB |download], Jilid 2 [6 MB | download], Versi Lengkap [1 MB |download]
Ibnu Hajar al-Asqalani – Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) – Jilid 1 [13 MB | download], Jilid 2 [22.2 MB | download]
Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin as-Suyuthi – Tafsir Jalalain[1.48 MB | download | mirror]
Muhammad bin Abdul Wahhab – Kitab at-Tauhid [492 KB |download | mirror]
Muhammad bin Abdul Wahhab – Menyingkap Kebathilan Penentang Tauhid {Kasyfusy Syubuhat} [3.6 MB | download]
Mahmud Syukri al-Alusi – al-Qur’an dan Astronomi [2.4 MB |download | mirror]
Ahmad Deedat – The Choice, Islam and Christianity [264 KB |download | mirror]
Aidh al-Qarni – Jangan Bersedih {La Tahzan} [920 KB | downloadmirror]
Download Kitab Digital
  1. Bulughul Marom (Bhs Arab)
  2. Riyadhussholihin (Bhs Indonesia)
  3. Riyadhussholihin (Bhs Arab)
  4. Nahwu (Mojaz)
  5. Tauhid
  6. Ushuluttafsir
  7. Fathul Baree Syarah Shohih Bukhori
Ebook Islami
I. Karya Syeikh Abdul Qadir Aljaelany (terjemahan)
II. Karya Imam Ghazaly (terjemahan)
II. Hadits Shohih Muslim
1. Kumpulan Hadits Tentang Keimanan
2. Kumpulan Hadits Tentang Taqdir 
3. Kumpulan Hadits Tentang Budi Pekerti 
4. Kumpulan Hadits Tentang Puasa dan I’tikaf 
5. Kumpulan Hadits Tentang Sholat Sunnah 
6. Kumpulan Hadits Tentang Zakat dan Sodaqoh 
7. Kumpulan Hadits Tentang Kiamat, Surga dan Neraka 
8. Kumpulan Hadits Fitnah dan Tanda-tanda Kiamat 
9. Kumpulan Hadits Keselamatan
10. Kumpulan Hadits Haji dan Umroh
11. 
12. 
13. 
14. 
15. 
16. 
17.